Minggu, 17 April 2011

Kartini Zaman Sekarang


“Kamu tahu motto hidupku? ”Aku mau”  
Dari dua kata sederhana itu telah membawaku melewati gemunung kesulitan. Aku tidak mampu menyerah. ”Aku mau mendaki gunung itu. Aku tipe orang yang penuh harapan, penuh semangat!”(RA. Kartini, dalam suratnya kepada stella zeehandelaar, Jepara, 13 Januari 1900) dikutip dari kompas, Selasa, 15 April 2008.   
Mungkin kalau Kartini masih hidup sampai sekarang, dia akan tersenyum melihat perjuangannya telah membawa perubahan. Pergolakannya sebagai seorang ningrat yang semua serba istimewa ternyata bagi Kartini adalah suatu pengekangan dan penjajahan. Dia melihat bagaimana perlakuan yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan atau antara kaum bangsawan dan kaum rakyat jelata. Bahkan ibunya sendiri pun harus menyembah kepada Kartini karena sang ibu berasal dari keluarga biasa.  
Beruntung ada seorang Kartini meski dari keturunan bangsawan yang serba ada di istana namun melihat ketidakadilan terhadap kaumnya dia bergolak hatinya. Secara sembunyi-sembunyi dia menuliskan isi hatinya dan perasaannya tentang penjajahan terhadap kaum perempuan khususnya dan rakyat jelata pada umumnya. Melalui catatan kepada teman yang ada di negeri Belanda lah akhirnya terbit sebuah buku ”habis gelap terbitlah terang”.  

Kartini muda zaman sekarang  bisa dikatakan sederajat dengan laki-laki dalam segala bidang. Mereka sudah banyak yang menduduki jabatan strategis baik sebagai bupati, DPR, bahkan presiden pun sudah pernah. Pimpinan perusahaan, pengusaha, guru, perawat, dokter dan beberapa jabatan strategis lainnya. Di samping itu perempuan sekarang juga banyak yang menjadi duta devisa bagi negara dan keluarga karena banyak dari mereka yang mengadu nasib di negeri sendiri maupun negeri orang dengan tujuan membantu keluarga.   
Di sisi lain Kartini yang hidup zaman sekarang masih merasakan belum  merdeka. Keterkekangan dan keterbelakangan masih cukup banyak menggelayuti mereka. Pemerkosaan, penganiayaan, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual dan pembunuhan terhadap wanita masih sering kita dengar di televisi maupun media-media..   

Nampaknya emansipasi wanita telah membawa perubahan terhadap perempuan walaupun belum semua merasakan seperti cita-cita Kartini. Kebablasan emansipasi ini juga telah membawa dampak yang luar biasa. Dengan alasan emansipasi ini diartikan bebas sebebas-bebasnya bagi perempuan. Kesewenang-wenangan, pelecehan, waktu tak ada untuk keluarga, kesibukan, telah menghancurkan keluarga.   
Namun di sini penulis menggarisbawahi bahwa makna emansipasi perlu diluruskan kembali. Di samping adanya persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. Persamaan dalam bekerja, pendidikan,  mengejar karir dan menduduki posisi / jabatan tertentu. Harus di ingat hakekatnya perempuan tetap yang paling utama di samping suami untuk menyiapkan generasi muda yang cerdas dan tangguh  

Generasi muda atau penerus akan menjadi baik kalau diasuh dan diberikan kasih sayang yang cukup. Pengalaman telah mengajarkan kenakalan anak baik nge”drug”, tawuran, pergaulan bebas adalah kurangnya kasih sayang kedua orang tuanya, terutama ibunya.   
Tanpa meremehkan dan merendahkan kaum perempuan, menyiapkan generasi muda yang cerdas dan tangguh, dengan pemberian kasih sayang secara optimal nilainya lebih mulia dan agung. Silakan mengejar karir namun utamankanlah keluarga. Berikanlah waktu, canda dan tawa untuk suami dan anak-anak.  Dan mungkin itulah yang dicita-citakan oleh Kartini. (Jakarta, April 2008) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar